afternoon_3
Sampai siang hari Seungcheol belum juga keluar dari kamarnya, setelah melihat “pemandangan pagi hari” ia jadi tidak berani menatap wajah Jeonghan.
Karena di rasa sudah terlalu lama di kamar, perutnya lapar dan Jeonghan pasti sedang menjemput Chan, Seungcheol keluar dari kamarnya. Ia menuju dapur dan membuka kulkas mencari susu coklat yang biasa ia minum.
“Pak Seungcheol?”
Seungcheol hampir tersedak ketika mendengar suara Jeonghan.
“Baru keluar kamar pak?”
Seungcheol mengangguk. “Chan mana? Bukannya udah jam pulang sekolah?”
“Itu pak, Chan tadi mau main dulu sama Seungkwan.” Seungcheol mengangguk lagi, ia menuju meja makan dan bersiap untuk makan.
“Ini siapa yang masak?”
“Saya pak.”
Seungcheol memakan makanan yang Jeonghan buat, dengan lahap dia menghabiskannya.
“Jeonghan?”
“Ya pak?”
“Tadi pagi, ehm kamu kenapa gak pakai baju?” Tanya Seungcheol tanpa melihat Jeonghan.
“Bapak liat saya ya? Aduh maaf banget ya pak, saya kebiasaan di rumah kayak gitu terus saya lupa kalo bukan di rumah.” Jawab Jeonghan. Ia pura-pura terkejut tidak mengetahui Seungcheol melihatnya.
“Iya, tapi jangan gitu lagi. Apalagi saya kerja di rumah. Takutnya....” Ucapan Seungcheol menggantung.
“Takutnya apa pak?”
“Takutnya gue ga kuat buat ga nyerang lo.”
“Takutnya ada yang kesini liat dan kamu lagi gitu kan ga enak.”
Jeonghan mengangguk. “Iya pak, maaf ya.”
“Iya gapapa.”
. . . . . . . . . .
Seungcheol keluar dari ruangan kerjanya, ia merentangkan tangannya untuk mengusir pegal di tubuhnya.
“Pak Seungcheol, mau saya buatin minum?” Seungcheol memperhatikan Jeonghan dari atas ke bawah. Jeonghan mengenakan kemeja putih dan celana pendek. Tulang selangka Jeonghan terlihat jelas di mata Seungcheol.
“Pak?”
Panggilan Jeonghan membuyarkan lamunan Seungcheol, lalu ia mengangguk.
Jeonghan dengan sigap membuatkan Seungcheol minuman. Seungcheol memperhatikan gerak-gerik Jeonghan dari belakang, ia melihat ke arah paha mulus Jeonghan yang seakan-akan memanggilnya untuk menjamahnya.
“Ini pak.” Jeonghan menaruh minuman itu di depan Seungcheol. Jeonghan duduk di depan Seungcheol, ia membuka kancing atas kemejanya dan mengibas-ngibaskan tangannya menandakan ia kepanasan.
“Panas?” Tanya Seungcheol. Jeonghan tau arah pandang Seungcheol.
“Iya pak, padahal AC nya nyala ya.”
“Gedein aja.”
“Nanti bapak kedinginan. Gapapa saya gini aja, gapapa kan pak saya buka kancing atas?”
Seungcheol menelan ludahnya lalu kemudian ia mengangguk.
Jeonghan memulai aksinya, ia berpura-pura mengelap keringat yang jatuh di dadanya. Ia sedikit mengelus bagian bahu dari dalam kemejanya, menggigit bibir bawahnya.
Seungcheol menggigit bibir bawahnya juga ketika ia melihat Jeonghan mengelap keringatnya dengan gerakan sensual.
“Arghhhh, gue ga kuat“
Jeonghan bisa melihat gelagat Seungcheol yang duduk dengan tidak nyaman.
“Kenapa pak?” Jeonghan berjalan ke arah Seungcheol, ia sedikit memijat pundak Seungcheol yang tegang.
“Tegang banget deh pak. Lemesin aja. Kenapa sih?” Jeonghan sudah bukan memijat, ia sudah mulai mengelus-elus bagian dada Seungcheol. Seungcheol mencoba untuk menahan dirinya.
“Jeonghan.” Seungcheol menekankan suaranya saat Jeonghan mulai membuat gerakan memutar di dadanya. Tapi Jeonghan tidak menghiraukan panggilan Seungcheol, ia masih mengelus dada itu bahkan ia berani mencubitnya.
Jeonghan tersenyum kemenangan ketika Seungcheol menyandarkan tubuhnya ke belakang kursi makan, ia agak lebih rileks sekarang.
“Pak Seungcheol, suka gak saya giniin?” Tanya Jeonghan tepat di telinga Seungcheol. Seungcheol merasakan tubuhnya merinding mendengar suara Jeonghan. Tapi sedetik kemudian ia mengangguk. Jujur saja, ia suka di elus di bagian dadanya dan Jihoon jarang menyentuhnya di sana.
“Jeonghan stop. Saya gak bisa nahan lagi.” Ucap Seungcheol, ia sudah tidak tahan lagi, bisa-bisa ia menyerang Jeonghan saat ini.
“Keluarin aja pak, jangan di tahan.”
“Ahh—.” Seungcheol mendesah ketika Jeonghan mengelus bagian bawahnya dari luar celananya.
“Pak Seungcheol, saya kulum boleh? Kita main cepet ya pak, sebelum Chan pulang. Tadi kan pak Seokmin bilang mau anter Chan jam 2 sekarang udah jam 1. Gimana pak?”
“Terserah kamu Jeonghan, saya udah gak kuat.”
Jeonghan tersenyum lebar ketika Seungcheol memberinya lampu hijau. Ia menarik tangan Seungcheol menuju kamar mandi.
“Rumah saya gak ada cctv nya kok.”
Jeonghan tersenyum. “Kirain saya ada pak, tapi gak papa ya disini aja?”
Seungcheol mengangguk.
Jeonghan mendudukkan Seungcheol di closet duduk kamar mandi itu—tapi sebelumnya ia melepaskan celana kolor yang Seungcheol gunakan.
“see who's happy to meet me?”
Jeonghan menoleh kearah Seungcheol yang memperhatikannya, Seungcheol menaruh tangannya dibelakang rambut Jeonghan. Sedetik kemudian ia merasakan panasnya mulut Jeonghan di kejantanannya. Jeonghan mengemutnya bagaikan lollipop, ia juga melihat Jeonghan yang memanjakan twins ball nya.
“Anjrit mulutnya enak banget.”
Seungcheol menekan kepala Jeonghan dan Jeonghan mengikuti kemauan Seungcheol. Ia menaik-turunkan kepalanya dengan bantuan Seungcheol—ia bahkan sudah mengeluarkan air mata karena kejantanan Seungcheol mengenai kerongkongannya.
Hampir 15 menit dengan posisi mereka seperti itu, kejantanan Seungcheol mulai membesar di dalam mulut Jeonghan. Jeonghan mempercepat gerakannya dan sedikit menekan tangan Seungcheol yang di kepalanya agar ikut menekan kepalanya.
“AHHHHHHH—.”
Seungcheol berteriak ketika ia keluar dan Jeonghan masih menghisap kejantanannya. Ia menekan kepala Jeonghan dengan kedua pahanya—menyelesaikan pelepasannya.
Setelah ia rasa sudah selesai, Seungcheol melepaskan Jeonghan dan membantu Jeonghan bangun.
“Maaf, maaf saya kasar tadi.”
Jeonghan mengelap air liur di sudut bibirnya. “Gapapa pak. Saya suka kok.”
Keduanya saling bertatapan, dan tidak ada yang tau tiba-tiba saja bibir mereka sudah saling beradu. Seungcheol kembali menahan kepala Jeonghan agar terus mengikuti gerakannya.
Beberapa menit kemudian mereka melepaskan cumbuan itu.
“Kalau bapak mau, saya bisa kasih bapak yang lebih dari ini.”
“Siang Jeonghan.”
“Maksudnya?”
“Cuma siang hari kita bisa begini.”
Jeonghan tersenyum, lalu ia kembali mengajak Seungcheol beradu lidah. Keduanya masih seperti itu sampai Chan pulang.